Convertion on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flaura (CITES)

Pengertian dan Ruang Lingkup CITES

CITES (Convertion On International Trade In Endangered Spesies Of Wild Fauna and Flora) adalah suatu perjanjian internasional mengenai perdagangan jenis – jenis hewan dan tumbuhan yang terancam punah. CITES merupakan kesepakatan yang di susun pada suatu konferensi diplomatic di Washington DC pada tanggal 3 Maret 1973 yang di hadiri oleh 88 negara. Konverensi tersebut merupakan tanggapan terhadap rekomendasi nomor 99.3 yang di keluarkan oleh Konfeensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm. Hal tersebut merupakan konsultasi IUCN (International Union For Conservation Of Nature And Natural Recource) dengan beberapa Negara dan organisasi internasional yang di lakukan selama bertahun – tahun. Pada saat itu 21 negara menandatangani CITES dan secara legal konvensi tersebut mulai di terapkan pada 1 juli 1975.

Tujuan CITES

Tujuan convensi CITES adalah untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis – jenis flora dan fauna di muka bumi ini yang dapat atau mungkin dapat di sebabkan oleh adanya kegiatan perdagangan internasional. Kecuali itu konversi ini di bentuk untuk membangun system pengendalian perdagangan jenis – jenis satwa dan flora serta produk – produknya secara internasional. Pengendalian tersebut di dasarkan pada kenyataan bahwa eksploitasi komersial secara tak terbatas terhadap sumber daya satwa dan tumbuhan liar merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup suatu jenis. Negara produsen dan konsumen saling membagi tanggung jawab dan menciptakan sistem atau perangkat yang di perlukan dalam rangka pengendalian jenis – jenis flora dan fauna langka.

Latar belakang CITES

Ada 5 (lima) hal pokok yang menjadi dasar di adakannya konvensi tersebut yaitu:

  1. Perlu perlindungan jangka panjang terhadap flora dan satwa liar.
  2. Meningkatkannya nilai flora dan satwa liar bagi manusia.
  3. Peran dari masyarakat dan Negara dalam usaha perlindungan flora dan fauna (satwa liar).
  4. Makin mendesaknya kebutuhan kerja sama internasional untuk melindungi jenis – jenis tersebut dari over eksploitasi melalui perdagangan internasional.
  5. Makin mendesaknya kebutuhan akan tindakan – tindakan mengenai hal – hal tersebut diatas.

Untuk mencapai tujuan tersebut atas dasar kelangkaannya yang di tentukan oleh Konfrensi Anggota CITES jenis – jenis flora dan fauna di golongkan dalam 3 (tiga) kelompok atau Appendices. Tergantung pada tingkat perlindungan yang di perlukan, maka ekspor dan impor specimen hidup dan bagian – bagiannya akan di larang atau di wajibkan diliput dengan tata cara perizinan tertentu yang di kenal oleh semua negara anggota.

CITES memasukkan jenis – jenis flora dan fauna kedalam tiga daftar (Appendiks) sebagai berikut :

Apendiks I : membuat seluruh jenis – jenis flora dan fauna yang sudah sangat terancam punah yang di sebabkan atau mungkin di sebab kan oleh kegiatan perdagangan, perdagangan spesimen (hidup atau mati atau bagian – bagian yang berasal dari padanya) jenis – jenis ini dilarang dan harus di atur dengan peraturan yang sangat ketat agar tidak membahayakan kehidupan selanjutnya. Pengecualian dari ketentuan tersebut di atas hanya dapat di berikan apabila dalam keadaan yang sangat khusus, misalnya untuk tukar menukar antar kebun binatang, penelitian, hadiah kenegaraan, pendidikan dan hasil penangkaran yang sudah menghasilkan generasi kedua (F2). Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang termasuk dalam apindeks I CITES antara lain :

Biawak, komodo, orang utan, ikan arowana, kakatua seram, gajah sumatra, badak jawa, badak sumatra, harimau sumatra, harimau jawa dan lain – lain.

Apendiks II : memuat jenis yang walaupun yang saat ini tidak terancam punah apabila perdagangannya tidak di atur dengan ketat dan tidak menghindari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung hidupnya. Oleh karena itu, perdagangan spesimen jenis – jenis ini di lakukan dengan penetapan kuota (jumlah spesimen yang dapat di panen dari alam secara konservativ).

Apendiks III : memuat semua jenis – jenis yang dinyatakan di lindungi oleh peraturan negara anggota CITES tertentu untuk kepentingan mencegah atau membasmi pemanfaatan yang berlebihan (eksploitasi) dan memerlukan kerja sama dengan negara – negara anggota CITES lainnya untuk mengawasi perdagangan.

Sekretariat CITES

Sekretariat CITES yang berkedudukan di Gevana, Switzerland berkewajiban memantau seluruh kegiatan pelaksanaan CITES oleh negara – negara anggota CITES yang dewasa ini telah berjumlah 141 negara. Sekretariat  di tunjuk berdasarkan mandat yang di berikan oleh Konferensi Negara Anggota kepada Direktur Eksekutif UNEP (United Nation Evironmental Programme of United Nations) yang di selenggarakan setiap dua setengah tahun.

Sekretariat  bertugas antara lain amenyelenggarakan koordinasi antar negara anggota, melaksanakan fungsi – fungsi kesekretariat an, mengadakan koordinasi terhadap pengkajian teknis dan ilmiah, mengkaji penerapan konvensi serta keputusan – keputusan sidang negara – negara anggota, mengkoordinir pelaporan dari negara anggota, menerbitkan laporan periodik dan melaksanakan tugas – tugas lainnya. Sekretariat  tersebut dipimpin oleh seorang Sekretariat  Jenderal   yang dalam struktur PBB adalah jabatannya setingkat Duta Besar.

Kewenangan tertinggi CITES berada pada konferensi negara anggota (Conference of Parties – COP) yang di selenggarakan setiap dua setengah tahun yang di hadiri oleh delegasi negara anggota dengan kewenangan penuh. Dalam sidang tersebut di putuskan hal – hal penerapan kovensi, perizinan, penambahan dan pengurangan jenis – jenis dalam masing – masin appendiks dan resolusi yang lebih mengefektifkan penerapan konvensi.

Dalam rangka menunjang tugas dari COP dan melangsungkan pekerjaan menyiapkan COP berikutnya, maka di bentuk beberapa komisi, sub komisi dan kelompok kerja (working groups). Jumlah komisi tersebut berubah dari tahun ke tahun sesuai dengan kebutuhan dan prioritas.

Saat ini terdapat lima komisi tetap (Commiteees) yaitu :

1. Standing Committee (SC)

Bertugas membimbing dan menasehati sekretariat  dalam pelaksanaan konversi, bertindak sebagai biro dalam COP dan berperan untuk fungsi lainnya dipilih dari region, saat ini terdapat enam region yaitu : Afrika, Asia, Amerika Tengah, dan Selatan, Amerika Utara, Oseania  dan Eropa. Jumlah wakil yang tetap region di dasarkan komposisi tertentu. Indonesia merupakan anggota SC karena akan menjadi tuan rumah COP XI yang akan datang.

2. Animals Committee

Bertugas membantu kepala anggota dalam identifikasi dan standarisasi nama jenis dan satwa liar, terutama yang termasuk kategori langka, mengkaji informasi tentang populasi dan perdagangan jenis satwa liar, memberi saran kepada negara anggota tentang pengelolaan satwa liar yang termasuk dalam appendiees. Keaggotaan komisi ini adalah perorangan yang di tunjuk masing masing region. Asian region diwakili oleh Ir. Toni Suhartono, MSc dari Indonesia.

3. Plants Committee

Secara umum bertugas dalam bidang yang sama seperti pada Animals Committee tetapi di bidang flora langka.

4. Identification Manual Committee

Terutama bertugas untuk menangani masalah identifikasi jens – jenis flora dan fauna langka, karena sebagian besar dari tugas pengawasan dan monitoring perdagangan yang diliput CITES adalah masalah pengenalan specimen. Anggota komisi ini adalah expert yang bekerja berdasarkan kontrak atau suka rela.

5. Nomenclature Committee

Bertugas memberi saran tentang referensi dan standarisasi penamaan jenis – jenis flora dan fauna langka. Keanggotaan komosi ini atas dasar suka rela dan keahlian.