Pemberlakuan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 – Bagian 2

Penyusunan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System yang dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

Harmonized Commodity Description and Coding System merupakan suatu nomenklatur klasifikasi barang yang dibuat oleh World Customs Organisation (WCO). Nomenklatur klasifikasi yang disusun oleh WCO terdiri dari 6 digit kode numerik yang terdiri dari 97 bab. Untuk memastikan terjadinya harmonisasi klasifikasi, pihak kontraktor (Contracting Party) harus menggunakan 6-digit kode numerik tersebut, ketentuan-ketentuan, aturan-aturan, dan catatan dari Bab 1 s.d Bab 97 tanpa penyimpangan, tetapi bebas untuk mengadopsi subkategori tambahan dan catatan.

Sistem klasifikasi dalam HS yang terdiri dari 6 digit tersebut dapat diperluas untuk mengadopsi subkategori tambahan oleh masing-masing negara penggunanya. Dalam rangka kerjasama ASEAN, negara-negara anggota ASEAN berkeinginan untuk menyederhanakan transaksi perdagangan intraASEAN. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyusun sistem klasifikasi bersama di tingkat ASEAN. Karena itu pada tanggal 1 Maret 1997 di Manila, negara-negara anggota ASEAN bersepakat untuk membuat Asean Harmonized Tarif Nomenclature(AHTN). AHTN ini dibuat dalam 8 digit yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari 6 digit HS. AHTN pertama kali diberlakukan pada tahun 2002 dan Indonesia menerapkan AHTN dalamBTBMI 2004 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004.

Sistem klasifikasi itu sendiri bersifat dinamis dan terus dilakukan perubahan untuk mengantisipasi baik perubahan pola perdagangan maupun perubahan lainnya. Secara berkala, WCO akan melakukan perbaikan terhadap sistem klasifikasinya tersebut. Sejak tahun 1996, WCO telah 5 kali menerbitkan HS yaitu HS 1988, HS 1996, HS 2002, HS 2007, dan HS 2012. Karena AHTN juga disusun berdasarkan pada HS, AHTN juga telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu AHTN 2004 dan AHTN 2007. Berdasarkan amandemen HS 2007 WCO yang akan berlaku mulai 1 Januari 2012 (HS 2012), telah dilakukan penyusunan AHTN 2012 oleh AHTN Task Force. Dalam penyusunan AHTN tersebut, Indonesia telah mengusulkan berbagai produk untuk dimasukkan dalam AHTN antara lain batik, rotan, permen lunak, rumput laut, televisi, produk baja, mobil listrik, solar cell dan beberapa produk lainnya.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam HS 2012 dan AHTN dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) hal yaitu:

  • Penambahan pos tarif baru
  • Penghapusan pos tarif
  • Penggabungan pos tarif
  • Pemecahan pos tarif
  • Perubahan catatan bagian, catatan bab, dan catatan subpos

Perubahan-perubahan itu sendiri dilakukan dalam rangka mengadopsi atau mengantisipasi perubahan lingkungan global. Perubahan-perubahan tersebut terdiri dari 5 (lima) kategori yaitu:

  • Permasalahan lingkungan dan sosial, antara lain yang berkaitan ketahanan pangan (food security)
  • Identifikasi produk kimia dan pestisida yang di awasi sesuai Rotterdam Convention dan bahan perusak ozon yang diawasi sesuai Montreal Protocol
  • Perubahan dalam pola perdagangan dunia
  • Penyesuaian dengan perkembangan teknologi
  • Perubahan editorial berbagai pos dan atau catatan HS dalam rangka konsistensi dan penyempurnaan

Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Berdasarkan keputusan Presiden tersebut, Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16 Maret 1994 ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994, struktur klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention. Sebagai contracting party WCO dan anggota ASEAN, Indonesia juga telah menyusun Buku Tarif Bea Masuk 2012 berdasarkan amandemen HS 2007 (HS 2012) oleh WCO dan revisi AHTN 2007 (AHTN 2012).

Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 213/PMK.011/2011 (PMK 213 tahun 2011) tanggal 14 Desember 2011 telah ditetapkan tarif bea masuk dan sistem klasifikasi yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2012. PMK 213 terdiri dari 2 bagian besar yaitu batang tubuh dan lampiran. Lampiran itu sendiri terdiri dari 3 lampiran, yaitu:

  • Lampiran I yang berisi Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS);
  • Lampiran II yang berisi catatan bagian, catatan bab, dan catatan subpos dari Bab 1 s.d. Bab 97; dan
  • Lampiran III yang berisi struktur klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk tahun 2012.

Dengan merujuk kepada PMK 213 tahun 2011, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan menerbitkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia tahun 2012 (BTKI 2012). BTKI 2012 selanjutnya akan menjadi pengganti dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2007 (BTBMI 2007). Perubahan nama dari BTBMI menjadi BTKI disebabkan BTKI 2012 akan memasukkan unsur bea keluar. Perubahan ini dalam rangka memenuhi amanat Pasal 1 butir 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan yang menyebutkan “Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea keluar”. Fungsi dari BTKI 2012 adalah sebagai referensi praktis sistem klasifikasi barang nasional yang akan digunakan dalam pelayanan kepabeanan di Indonesia.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, tiap contracting party dari WCO dapat mengadopsi subkategori tambahan dan catatan dalam sistem klasifikasinya masing-masing. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia mengadopsi ketentuan yang telah disepakati bersama dalam AHTN 2012. Namun demikian, Indonesia masih dapat menambahkan subkategori tambahan dan catatan dalam sistem klasifikasi nasionalnya. Jika WCO menggunakan 6 digit numerik dan AHTN menggunakan 8 digit numerik dalam sistem klasifikasinya, Indonesia menggunakan 10 digit numerik untuk mengadopsi kepentingan nasionalnya. 10 digit numerik dalam sistem klasifikasi Indonesia disebut juga sebagai pos tarif nasional. Adapun susunan kode numerik dalam BTKI 2012 adalah sebagai berikut:

susunan kode numerik dalam BTKI 2012

Penyusunan pos tarif nasional dilakukan dengan melibatkan instansi pembina sektor industri terkait. Proses penyusunan dilakukan dalam forum Tim Tarif yang dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan. Adapun pertimbangan penyusunan pos tarif nasional adalah sebagai berikut:

  • Untuk kepentingan pengenaan tarif bea masuk.
  • Untuk kepentingan pengenaan tarif bea keluar.
  • Dalam rangka pengawasan terhadap barang impor atau ekspor (larangan dan pembatasan).
  • Untuk pengumpulan data statistik.

Dalam penyusunan sistem klasifikasi nasional, Indonesia juga mengadopsi Bab 98. Contracting party WCO diperbolehkan untuk menambahkan Bab 98 yang merupakan ketentuan klasifikasi khusus untuk menampung kepentingan nasional suatu pihak sehingga seluruh Bab 98 merupakan pos tarif nasional. Sebagai ketentuan klasifikasi khusus, dalam Bab 98 tidak berlaku:

  • Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS);
  • Catatan yang ditetapkan untuk Pos 01.01 sampai dengan Pos 97.06 dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI)

Halaman : 1 | 2

Leave a reply

Your email address will not be published.

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

CAPTCHA *