Peranan World Customs Organization Dalam Rangka Mempermudah Perdagangan Dan Hubungannya Dengan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Indonesia telah menjadi anggota WCO, yang secara formal dikenal dengan nama Customs Cooperation Council (CCC), sejak tanggal 30 April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukan peran sertanya yang aktif dalam setiap kegiatan WCO, baik yang diadakan di Brussels, markas besar WCO, maupun yang diadakan di luar Brussels, khususnya di wilayah Asia bagian Timur, Selatan, dan Tenggara, Australia, serta Kepulauan Pasifik.

Disamping itu, Indonesia juga telah banyak menarik manfaat dari keanggotaannya pada organisasi ini. Berbagai bantuan teknis, baik dalam rangka peningkatan profesionalisme aparat Bea dan Cukai, maupun dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan internasional, telah diterima oleh Indonesia.

WCO adalah organisasi dunia antar pemerintah yang independen yang mempunyai misi untuk mendorong efektifitas dan efisiensi administrasi pabean dalam mencapai tujuannya, yaitu memberikan kemudahan perdagangan, perlindungan kepada masyarakat, dan mengumpulkan penerimaan bagi pemerintah. Sampai saat ini, anggota WCO berjumlah 138 negara. Dengan melihat besarnya jumlah anggotanya serta luasnya ruang lingkup kerja WCO, maka dapatlah dikatakan bahwa WCO merupakan mini Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sejak didirikannya pada tahun 1950, WCO telah menghasilkan dan mengelola 17 konvensi internasional yang berkaitan dengan ketentuan, peraturan dan prosedur kepabeanan dalam rangka pemberian kemudahan perdagangan intenasional. Salah satu konvensi tersebut adalah International Convention on the Simplification and Harmonization of Customs Procedures yang merupakan dasar dari sistem dan prosedur kepabeanan anggota WCO, termasuk Indonesia. Oleh karena itu maka pengembangan dan pengaplikasian sistim dan prosedur kepabeanan Indonesia-pun berorientasi kepada konvensi tersebut.

WCO, sebagai salah satu organisasi ternama di dunia, telah diminta bantuannya oleh World Trade Organization (WTO) untuk mengharmonisasikan ketentuan mengenai asal barang (rules of origin) dalam rangka mempermudah perdagangan. Permintaan tersebut antara lain didasarkan atas pertimbangan bahwa WCO memiliki profesionalisme yang tinggi dan secara relatif lebih terbebas dari pengaruh politik.

LATAR BELAKANG
Pada tanggal 12 September 1947, 13 negara anggota Komite Kerjasama Ekonomi Eropa sepakat untuk mendirikan kelompok studi guna melihat kemungkinan untuk mewujudkan satu atau lebih Persatuan Pabean Eropa yang didasarkan pada prinsip-prinsip General Agreement on Tariffs and Trade (GATT).

Setahun kemudian, kelompok studi tersebut mendirikan 2 komite, yaitu Komite Ekonomi dan Komite Pabean. Dalam perkembangan selanjutnya, Komite Ekonomi menjadi Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, sementara Komite Pabean menjadi Dewan Kerjasama Pabean atau yang dikenal dengan nama Customs Cooperation Council (CCC), yaitu suatu organisasi dunia antar pemerintah yang independen dengan anggota terdiri dari 138 negara.

CCC didirikan pada tanggal 15 Desember 1950. Berdasarkan konvensi pendiriannya, CCC mempunyai fungsi untuk mempelajari seluruh pertanyaan yang berkaitan dengan kerjasama kepabeanan, memeriksa aspek teknis dan ekonomis sistem kepabeanan negara a nggota dalam rangka mewujudkan harmonisasi dan keseragarn sistem tersebut, mempersiapkan konsep konvensi dan perubahannya serta merekomendasikan untuk dilaksanakan secara seragam, merekomendasikan penyelesaian perselisihan di dalam memahami dan melaksanakan konvensi yang bersangkutan, menyebarluaskan informasi mengenai ketentuan dan prosedur kepabeanan, memberikan advis dan rekomendasi, sepanjang diminta, mengenai kepabeanan baik dalam rangka pelaksanaan konvensi, maupun lainnya, serta melakukan kerjasama dengan organisasi antar pemerintah terkait lainnya.

Pada tanggal 26 Januari 1953, CCC mengadakan pertemuan resmi yang pertama. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 17 negara anggota, yaitu: Australia, Belgia, Denmark, Perancis, Gerrnan, Yunani, Irlandia, Itali, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, dan Inggris. 30 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1980, CCC menetapkan bahwa tanggal 26 Januari merupakan Hari Pabean Internasional yang harus diperingati oleh setiap aparat Bea dan Cukai. Sehubungan dengan itu, pada setiap tanggal tersebut, CCC selalu memberikan penghargaan kepada aparat Administrasi Pabean yang dianggap oleh Administrasinya telah berjasa dalam meningkatkan kerjasama Pabean.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), sebagai anggota CCC, juga memperingati hari tersebut dengan mengadakan berbagai kegiatan, antara lain: memberikan penghargaan kepada pegawai, mengadakan perlombaan tertib administrasi, serta mengadakan pertandingan olah raga persahabatan, baik dikalangan pegawai maupun dengan mitra usahanya.

ORGANISASI CCC
1. The Council
CCC, disebut dengan nama the Council (Dewan), mengadakan sidang setahun sekali pada setiap bulan Juni di Brussels. Namun pada kesempatan-kesempatan tertentu, sidang tersebut diselenggarakan di negara-negara anggota. Peserta sidang biasanya para Direktur Jenderal Bea dan Cukai negara anggota.

Dalam melaksanakan fungsinya, Dewan dibantu oleh Komite Keuangan dengan 13 anggota dan Policy Commission dengan 24 anggota. Komisi hanya akan bersidang apabila diminta untuk memberikan pertimbangan dan advis mengenai kebijaksanaan -kebijaksanaan penting, dan
fungsinya sebagai “a dynamic steering group within the Council”. Sejak tahun 1986, kepada 6 anggota Komisi telah diberikan tugas tambahan untuk m ewakili 6 wilayah Dewan, yaitu: Africa utara, timur jauh dan timur tengah, Afrika barat dan tengah; Africa timur dan selatan; Asia timur jauh, selatan dan tenggara serta Australia dan Kepulauan Pasifik; Amerika selatan, utaran tengah dan Karibia; Eropa.

Di dalam sidangnya tahun 1994, Dewan telah mengesahkan nama informal baru bagi CCC, yaitu: World Customs Organization (WCO), dengan maksud untuk lebih menonjolkan karakter internasionalnya.

2. Technical Committees
Pelaksanaan fungsi Dewan dilakukan melalui Technical Committees. Technical Committees yang terpenting adalah Enforcement Committee, Harmonized System Committee, Permanent Technical Committee dan Technical Committee on Customs Valuation

3. General Secretariat
WCO memiliki Sekretariat Jenderal yang berkantor di Brussels dengan jumlah pegawai lebih dari 100 orang, termasuk didalamnya sejumlah 30 tenaga ahli yang direkrut dari berbagai Kantor Bea dan Cukai negara anggota. Tenaga ahli tersebut dipekerjakan untuk masa 5 tahun dan
dapat diperpanjang sampai masa 10 tahun. Disamping itu, para anggota juga menyediakan pegawainya untuk diperkerjakan pada Sekretariat guna menangani proyek-proyek tertentu. Bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Inggris dan Perancis.

Namun, khusus untuk Technical Committee on Customs Valuation, disamping digunakannya 2 bahasa tersebut, juga digunakan bahasa Spanyol. Sementara itu untuk Administrative Committee for the Customs Convention on Containers digunakan 4 bahasa, yaitu: bahasa Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol.

Sekretariat menyelenggarakan pertemuan-pertemuan sepanjang tahun. Pada umumnya pertemuan tersebut dilangsungkan di Markas Besarnya, yaitu Brussels. Namun untuk penyelenggaraan seminar dan kursus-kursus sering diadakan di luar Brussels

Anggaran WCO kurang lebih b erjumlah 500 milyard dollar Belgia per tahun. Anggaran tersebut diperoleh dari kontribusi para negara anggota. Skala kontribusi setiap negara anggota pada prinsipnya disesuaikan dengan skala kontribusinya pada keanggotannya di Dewan Keamanan PBR DJBC sampai saat ini belum menempatkan pegawainya pada organisasi ini, baik sebagai tenaga ahli, maupun sebagai technical staff (pegawai Customs Administration negara anggota yang ditempatkan pada Sekretariat untuk menangani proyek-proyek tertentu).

Penempatan ini dibiayai oleh Customs Administration yang bersangkutan). Hal yang demikian mengingat beratnya persyaratan yang diminta dan faktor biaya. Untuk dapat dipekerjakan sebagai tenaga ahli, salah satu persyaratannya adalah disamping harus ahli dalam bidang kepabeanan, juga harus menguasai dengan baik bahasa resmi WCO, yaitu bahasa Inggris dan Perancis.

Namun agar DJBC dapat secara langsung memantau perkembangan organisasi tersebut secara langsung dan dapat segera memberikan respon, maka sejak tahun 1988, DJBC telah menempatkan seorang Atase Keuangan urusan Bea dan Cukai pada Kantor Perutusan RI untuk
Masyarakat Eropa di Brussels, Belgia.

KEGIATAN-KEGIATAN DEWAN
1. Customs Procedures
Masalah utama yang menghambat kelancaran arus barang dan orang (perdagangan) yang melintas perbatasan suatu negara adalah diterapkannya prosedur kepabeanan yang rumit dan berbeda-beda serta diberlakukannya berbagai macam persyaratan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, WCO telah menetapkan salah satu tujuannya yaitu menjamin tercapainya tingkat harmonisasi dan keseragaman sistem kepabeanan yang memadai dalam rangka memperlancar perdagangan.

Pencapaian tujuan tersebut menjadi tanggung jawab the Parmanent Technical Committee (PTC). Salah satu fasilitas penting yang telah dihasilkan oleh PTC guna memperlancar perdagangan adalah diluncurkanya the International Convention on the simplification and harmonization of Customs Procedures, dikenal dengan nama Kyoto Convention, pada tahun 1973.

Konvensi ini terdiri dari 31 lampiran yang memuat berbagai kegiatan kepabeanan, antara lain mengenai: prosedur impor, transit, dan fasilitas untuk trevellers. Masing-masing lampiran tersebut memuat prinsip-prinsip dasarnya saja, sedangkan aplikasinya diserahkan kepada masing-masing negara anggota sesuai dengan tingkat penyederhanaan dan penyelarasan prosedur kepabeanan yang dikehendaki.

Saat ini Kyoto Convention tengah disempurnakan agar dapat lebih mengakomodir perkembangan pola perdagangan dan teknologi yang pesat serta sekaligus lebih dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas Customs Administrations yang pada gilirannya akan meningkatkan kemudahan perdagangan.

Walaupun sampai saat ini Indonesia belum mengaksesi Konvensi Kyoto, namun DlBC, didalam mengembangkan dan menerapkan sistem dan prosedur kepebeanannya selalu berorientasi kepada konvensi tersebut. Bagi Indonesia, pengaksesian Kyoto Convention hanyalah masalah waktu saja, menunggu selesainya penyempurnaan konvensi tersebut dan disahkannya Undang-Undang Kepabeanan yang baru.

2. Enforcement
Salah satu tugas utama Customs Administrations adalah memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Untuk maksud tersebut WCO menggalang negara anggota untuk meningkatkan kerjasama intemasional guna memerangi pelanggaran dalam bidang kepabeanan.

Agar penggalangan tersebut berjalan efektif, WCO melaksanakan 3 strategi yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama administrasi antar Customs Administrations, mempertajam fungsi informasi dan kordinasi, serta melakukan kerjasama dengan organisasi internasional terkait dalam bidang penegakkan hukum.

Instrumen hukum yang terpenting yang telah diluncurkan oleh WCO pada tahun 1977 untuk menggalang peningkatan kerjasama internasional tersebut adalah Nairobi Convention for the prevention, investigation and repression of Customs offences.

Jenis pelanggaran yang tercantum dalam konvensi tersebut pada dasarnya adalah pelanggaran dalam bidang perniagaan, termasuk penyalahgunaan hak milik kekayaan intelektual, perdagangan gelap bahan -bahan berbahaya, peralatan persenjataan, bahan nuklir, bahan beracun, hak milik kebudayaan dan binatang serta tumbuhan yang dilindungi

Dewan memiliki Pusat Sistem Informasi (CIS), computerized databases, mengenai hal -hal yang berkaitan dengan pelanggaran di bidang kepabeanan. Data yang diterima dari negara anggota akan dikelompokkan, dianalisa dan disebarluaskan kepada seluruh negara anggota oleh WCO. Guna meningkatkan efektivitas CIS, WCO mengadakan perjanjian dengan organisasi -organisasi perdagangan dan pengangkutan internasional serta mendiri kan kantor-kantor penghubung intelijen di 6 wilayah WCO.

Disamping itu pula WCO membina hubungan kerjasama yang erat dengan organisasi internasional terkait dalam bidang penegakkan hukum. Pembinaan hubungan kerjasama tersebut antara lain meliputi masalah pencucian uang dari transaksi ilegal serta penyimpangan penggunaan bahan-bahan berbahaya.

DJBC didalam rangka meningkat!can usahanya untuk memerangi pelanggaran dalam bidang kepabeanan dan perniagaan, memandang perlu untuk membina hubungan kerjasama pada t ingkat internasional. Untuk maksud tersebut Indonesia telah mengaksesi Konvensi Nairobi.

Pada tingkat nasional, DJBC disamping membina hubungan kerjasama dengan instansi teknis terkait laimya, juga telah membina hubungan kerjasama dengan asosiasi masyarakat usaha, antara lain dengan GAFEKSI, yang dituangkan dalam bentuk Memorandum of Understanding.

3. Nomenclature and Classification
Sistem pengklasifikasian barang yang dapat diterima secara internasional merupakan suatu kebutuhan yang mendasar didalam pelaksanaan perdagangan internasional.

Untuk maksud ini, WCO, pada tanggal 14 Juni 1983, telah meluncurkan International Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding System, yang dikenal dengan nama Harmonized System atau HS. Sistem ini terdiri dari lebih 5000 kelompok barang yang di – indentifikasi dengan kode 6 digit.

Di dalamnya terdapat definisi dan ketentuan untuk menentukan kelompok barang guna menjamin keseragam pengaplikasian sistem tersebut. Sistem ini mendapat respon yang sangat positive dari para negara anggota. Dalam kurun waktu 4 tahun, tercatat lebih dari 100 negara anggota, yang menguasai lebih dari 90% perdagangan dunia, menerapkan sistem ini.

Oleh karena itu, pada dewasa ini, sistem tersebut dipergunakan secara internasional. Sistem tersebut tidak saja berguna sebagai dasar untuk menentukan tarif dan pengumpulan data statistik perdagangan, tetapi juga dapat dipergunakan untuk berbagai kepentingan lainnya seperti: menentukan asal barang, negosiasi perundingan perdagangan, tarif angkutan, dan lain- lain.

Multi fungsi yang dimiliki oleh sistem tersebut telah menyebabkannya dijadikan sebagai salah satu fundamen yang sangat penting di dalam hukum perdagangan internasional. Di dalam rangka mempermudah pengaplikasian sistem ini, WCO telah menerbitkan publikasi sebagai pelengkap konvensi HS. Publikasi tersebut adalah Explanatory Notes dan Compendium of Classification Opinions, yang merupakan kumpulan keputusan klasifikasi yang
dibuat oleh Komite HS. Disamping itu, WCO juga menyediakan publikasi elektronis, yang dikenal dengan nama HS Commodity Database. Data tersebut merupakan daftar ribuan barang-barang yang sesungguhnya diperdagangkan secara internasional dan dilengkapi dengan kode 6 digit-nya.

DJBC, sejalan dengan kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan internasional, menyadari akan kesulitan yang timbul sebagai akibat adanya perbedaan – perbedaan sistem Klasifikasi tarip diantara negara-negara di dunia, baik dalam susunan dan pengaturan jenis barang maupun prinsip-prinsip pengklasifikasian barang yang dijadikan dasar untuk menentukan besarnya tarip.

Oleh karena itu didalam rangka mencegah timbulnya kesulitan tersebut dan sekaligus meningkatkan kemudahan perdagangan, DJBC memandang perlu untuk mengaksesi konvensi HS ini. Untuk maksud tersebut, maka Indonesia pada tahun 1993 telah mengaksesi konvensi tersebut

4. Customs Valuation
Sistem penetapan harga pabean merupakan salah satu bentuk dari sistem tarif pabean yang modern. Sistem penetapan tersebut sangat penting untuk menilai besarnya bea masuk, baik dalam rangka pengumpulan penerimaan, maupun dalam rangka pemberian perlindungan terhadap industri dalam negeri. Disamping itu, sistem penetapan harga pabean juga merupakan unsur penting dalam berbagai aspek perdagangan internasional, antara lain statistik, kuota, pengaturan perijinan (licensing arrangements), pajak dan pungutan impor lairmya, serta penerapan sistem preferensi.

Pada suatu kondisi yang ideal, barang-barang impor akan diperlakukan secara seragam oleh Customs Administrations seluruh dunia melalui penerapan suatu sistem penetapan harga pabean yang didasarkan kepada pertimbangan – pertimbangan yang dapat diperkirakan dan diukur. Dalam rangka mewujudkan kondisi tersebut, sebagai salah satu tujuannya, maka beberapa negara pada tanggal 30 Oktober 1947 datang ke Genewa untuk menandatangani General Agreement on Tariff and Trade (GATT).

Artikel VII dari Perjanjian GATT khusus mengatur mengenai sistem penetapan harga barang untuk maksud-maksud kepabeanan yang didalamnya mengandung dasar-dasar yang diperlukan untuk pengembangan dua sistem penetapan harga yang berlaku internasional, yaitu sistem harga berdasarkan Brussels Definition of Value (BDV) dan GATT Valuation Code.
Konvensi mengenai sistem penetapan harga barang untuk maksud-maksud kepabeanan, yang dikenal dengan nama Brussels Definition of Value (BDV), telah diberlakukan secara internasional sejak tanggal 28 Juli 1953. Namun, dalam perkembangannya sistem ini dirasakan kurang menggambarkan praktek-praktek perdagangan yang sesungguhnya, sehingga pada akhirnya sistem ini tidak dapat diterima oleh seluruh pihak. Selanjutnya sistem tersebut diganti dengan GATT Valuation Code (GVC) yang merupakan pelaksanaan Artikel VII perjanjian GATT.

GVC dikembangkan dari hasil perundingan GATT pada tahun 1979 (Tokyo Round) dan telah berlaku efektive sejak tanggal I Januari 1981. Sampai saat ini lebih kurang 70% negara-negara yang menguasai pertagangan internasional telah menerapkan GVC.

GATT, yang setelah berakhimya Putaran Uruguay dikenal dengan nama World Trade
Organization (WTO), bertanggung jawab terhadap pengawasan pelaksanaan GVC dan pemberian konsultasi kepada negara anggota mengenai hal -hal yang berkaitan dengan GVC. Sementara itu WCO menjamin, dari segi teknis, keseragaman pemahaman dan pelaksanaan GVC. Dengan demikian terlihat adanya hubungan kerja yang sangat erat antara WCO dan WTO. Di dalam setiap sidang WCO selalu hadir perwakilan WTO sebagai observer. Demikian pula sebaliknya.

Pada saat ini DJBC tengah melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan agar
pelaksanaan penetapan harga barang untuk keperluan kepabeanan digunakan sistem yang seragam, yaitu GVC. Pelaksanaan tersebut akan dilakukan paling cepat pada tahun 1997 dan selambat-lambatnya pada tahun 2000.

5. Training and Technical Cooperation
Salah satu fungsi WCO yang terpenting adalah memberikan pelatihan kepada aparat Bea dan Cukai negara anggota agar mereka dapat lebih tanggap dalam memberikan respon terhadap tantangan yang muncul sebagai akibat pesatnya perkembangan pola perdagangan dan penerapan teknologi pada Customs Administrations. Untuk maksud ini, Sekretariat Dewan memiliki tim ahli dalam berbagai kegiatan kepabeanan.

Tim ahli tersebut bertugas untuk mempersiapkan modul pelatihan, menyelenggarakan kursus bagi pelatih, mengadakan berbagai kursus dan seminar baik dalam rangka meningkatkan kemampuan aparat Customs Administration, maupun dalam rangka memperlancar pelaksanaan perjanjian internasional dalam bidang kepabeanan, memberikan bea siswa. Disamping itu, Sekretariat Dewan juga memiliki Kelompok Penasehat Pelatihan yang bertugas untuk mendiskusikan dan mengenali kebutuhan pelatihan bagi Customs Administration di wilayah-wilayah WCO.

Sebagai anggota WCO sejak tahun 1957, Indonesia (DJBC) telah banyak menarik manfaat dari keanggotaannya pada organisasi dunia ini. Berbagai bantuan teknis telah diterima DJBC, diantaranya dalam bentuk penyelenggaraan serta mengikuti seminar, kursus, simposium, pelatihan, bea siswa serta studi banding. Dari periode 1993 sampai dengan 1995, tercatat bahwa DJBC telah menerima bantuan teknis dalam bidang sistem penetapan harga barang untuk keperluan pabean, intelijen, harmonisasi dan klasifikasi barang, prosedur kepabeanan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan perniagaan.

WCO MISSION
Pada saat pendiriannya organisasi ini hanya memiliki 17 negara anggota saja. Kemudian dalam perjalanannya, organisasi ini telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu organisasi dunia antar pemerintah yang besar dan dinamis dengan jumlah anggota 139 negara, yang merupakan organisasi dengan jumlah anggota terbesar nomor 2 setelah organisasi PBB.

Tujuan utama WCO adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi Customs Administrations di bidang-bidang yang dapat meningkatkan pemberian kemudahan perdagangan dan perlindungan kepada masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para anggotanya. Dalam rangka mewujudkan misinya tersebut, WCO menyelenggarakan tugas-tugas sebagai berikut

1. Membuat, memelihara, menunjang dan memperlancar penggunaan instrumen internasional untuk mengharmonisasikan dan menyeragamkan penerapan sistem kepabeanan yang sederhana dan efektive serta prosedur arus barang, orang dan transportasi yang melewati daerah pabean,

2. Meminta agar para negara anggota berusaha sedapat mungkin untuk menjamin terpenuhinya ketentuan kepabeanan masing-masing, khususnya yang berkaitan dengan optimalisasi usaha peningkatan kerjasama sesama anggota dan dengan lembaga internasional terkait lainnya dalam rangka meningkatkan usaha-usaha memerangi pelanggaran di bidang kepabeanan dan lain- lain pelanggaran yang terkait.

3. Membantu negara anggota didalam usahanya untuk menghadapi tantangan yang timbul sebagai akibat digunakannya teknologi di sektor perdagangan serta untuk menyesuaikan diri pada lingkungan yang cepat berubah dengan cara meningkatkan komunikasi dan kerjasama antar sesama anggota serta dengan organisasi internasional terkait lainnya, menyempurnakan metode manajemen dan kerja Customs Administrations serta di d alam berbagai pengalaman.

Dalam rangka menjamin efektifitas dan efesiensi pelaksanaan misi tersebut, Dewan, berdasarkan analisa input yang diterima dan keterbatasan sumber-sumber yang ada, telah mengkonsentrasikan fungsinya kedalam 2 fungsi utama, yaitu:

1. Pengembangan, peningkatan, pelaksanaan dan pemeliharaan intrumen-intrumen perdagangan dan kepabeanan internasional

– Kemajuan proses harmonisasi ketentuan asal barang (Rules of Origin)
Salah satu perjanjian yang dimuat didalam Final Act Putaran Uruguay y ang ditandatangani di Marrakesh pada tanggal 15 April 1995 adalah perjanjian mengenai Rules of Origin (RO). Di dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa proses harmonisasi RO akan dilakukan segera setelah diberlakukannya Final Act tersebut secara efektive dan harus selesai dalam jangka waktu 3 tahun. Tugas pengharmonisasian RO tersebut akan dilakukan oleh Komite
Teknis World Trade Organization (WTO) bersama dengan Komite Tehnis WCO dibawah pengawasan WCO. Salah satu tujuan pengharmonisasian RO tersebut adalah untuk mewujudkan ketentuan RO yang dapat diaplikasi secara adil dan tidak merupakan hambatan baru dalam perdagangan intemasional. Sampai saat ini proses harmonisasi RO telah mencapai kemajuan yang sangat berarti, antara lain telah dicapainya kesepakatan mengenai
“wholly obtained goods” dan “general definition of minimal operation”.

– Keseragaman, pemutakhiran dan memperlancar pelaksanaan Harmonized System
Harmonized System (HS) telah digunakan oleh lebih dari 140 Customs Administrations di dunia, termasuk 82 negara anggota penandatangan konvensi HS untuk keperluan pengumpulkan penerimaan negara dari bea masuk, pengumpulan data statistik peningkatan kemudahan perdagangan dan pemenuhan ketentuan perdagangan terkait lainnya. Disamping itu, HS juga digunakan untuk keperluan lainnya, seperti: untuk penentuan asal barang,
perundingan perdagangan internasional, dan tarif angkutan. Penggunaan HS, sebagai kunci sistem klasifikasi barang-barang yang diperdagangkan secara internasional, harus dilaksanakan secara seragam dan harus selalu dimutakhirkan guna mengantisipasi perubahan teknologi dan pola perdagangan serta untuk menampung berbagai keperluan lainya.
– Pelaksanaan dan pengaplikasian WTO Valuation Agreement

Dengan efektifnya perjanjian W’TO (GATT) pada tanggal I Januari 1995, 50 negara berkembang anggota WCO telah menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan WTO Valuation Agreement (GVC). Namun apabila negara berkembang tersebut menyatakan reservasinya, maka kepada mereka diperkenankan untuk menunda pelaksanaan GVC untuk masa 5 tahun. Masa 5 tahun tersebut akan digunakan untuk melakukan persiapan -persiapan yang diperlukan agar mereka dapat melaksanakan GVC sebagaimana mestinya.

2. Bimbingan dan bantuan kepada negara anggota dalam rangka mengoptimalkan usaha-usaha pemenuhan ketentuan dan peningkatan kemudahan perdagangan

– Penyempumaan konvensi Kyoto dan persiapan petunjuk pelaksanaannya
Konvensi Kyoto disyahkan oleh Dewan pada tahun 1970. Tujuannya adalah untuk meningkatkan penyederhanaan dan harmonsasi prosedur kepabeanan yang berlaku di dunia. Konvensi tersebut telah ditandatangani oleh 57 negara anggota (Contracting Party). Setiap Contracting Party (CP), diharuskan, minimal. untuk menerima satu dari 30 lampiran yang ada. Lampiran yang diterima oleh masing-masing CP tidak seragam, namun lampiran yang berisikan prosedur penting pada umumnya diterima oleh CP. Terdapat 4 lampiran yang telah diterima oleh CP, tetapi belum dapat diefektifkan karena tidak memenuhi minimal kuorum yang disyaratkan, yaitu 5 negara anggota CP.

Walaupun ketentuan dalam konvensi, yang dibuat lebih dari 20 tahun yang lalu, masih terasa relevan dengan kondisi saat ini, namun ketentuan tersebut perlu disempurnakan dan dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaannya. Yang demikian mengingat kurangnya petunjuk pelaksanaan merupakan salah satu hambatan terhadap pelaksanaan konvensi secara menyeluruh. Disamping itu pula
penyempurnaan tersebut diperlukan guna memenuhi tuntutan perkembangan informasi dan teknologi yang sangat pesat, baik dalam perdagangan internasional pada umumnya, maupun dalam prosedur kepabeanan pada khususnya dan penyempurnaan tersebut harus tergambar dalam konvensi serta petunjuknya.

– Pelaksanaan program dalam rangka membantu negara anggota di dalam memerangi pelanggaran di bidang perniagaan
Masalah utama yang dihadapi negara anggota dewasa ini adalah masalah pencegahan dan penditeksian pelanggaran dalam bidang perniagaan. Di banyak negara anggota yang masih berkembang, masalah penerimaan masih merupakan masalah yang dominan, sedangkan di negara anggota yang sudah maju, masalahnya bukan saja terbatas pada masalah penerimaan, tetapi juga pada masalah ketentuan perdagangan dan pengawasan yang berbelit-belit. Di negara-negara yang telah menggunakan pasar sebagai kekuatan ekonominya, tugas-tugas kepabeanan ditransformasikan kedalam suatu mekanisme yang efektive disamping untuk melindungi pasar dalam negeri serta mengatur arus permintaan dan penawaran, tetapi juga sekaligus untuk menunjang kebijaksanaan rekonstruksi ekonomi dan peningkatan penerimaan negara. Dalam kaitan ini, WCO berperan untuk membantu negara anggota dalam rangka mencapai tingkat pemenuhan ketentuan yang memadai melalui teknik-teknik pengawasan yang efektive dan efisien.

– Pemberian advis dan bantuan dalam rangka pelaksanaan Proyek Reformasi dan Modernisasi Customs.
Dalam jangka waktu 3 tahun mendatang, WCO akan memulai 3 program pokok dalam rangka pelaksanaan Proyek Modenisasi dan Reformasi Customs Administrations. Proyek ini merupakan proyek jangka panjang yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap melalui rencana tahunan dalam bentuk program. Program tersebut mencakup kegiatan dan sasaran yang hendak dicapai dan disetujui baik
oleh Customs Administrations yang akan menerima advis dan bantuan, maupun oleh WCO. Pelaksanaan bantuan akan dilakukan berdasarkan kerjasama bilateral dan hasilnya dilaporkan kepada WCO.

Dalam rangka mensukseskan misi WCO, DJBC telah menyampaikan usulan kepada WCO mengenai kegiatan-kegiatan yang seyogyanya menjadi prioritas WCO guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi Customs Administrations dalam rangka mempermudah perdagangan yaitu antara lain: peningkatan efektivitas Customs Administrations di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi tanggung jawabnya, meningkatkan derajat harmonisasi d an simplifikasi prosedur kepabeanan serta pelaksanaanya, dan peningkatan efektivitas pelaksanaan pelatihan di bidang sistem penetapan harga pabean berdasarkan GVC, perlindungan hak milik kekayaan intelektual, serta dumping dan countervailing duties yang diperlukan dalam rangka memperlancar pelaksanaan perjanjian WTO Disamping itu, DJBC juga telah melakukan penjajagan penggunaan sistem Electronic Data Interchange (pertukaran informasi secara elektronis) guna memudahkan masyarakat usaha di dalam memenuhi formalitas kepabeanannya. Untuk maksud tersebut pada akhir . Nopember 1995,
DJBC telah menandatangani kerjasama di bidang pengembangan komputerisasi pabean dengan Kastam dan Eksais Diraja Malaysia yang telah lebih dahulu memanfaatkan sistem pertukaran informasi secara elektronis.

KEGIATAN WCO DALAM RANGKA MENGHADAPI TANTANGAN ABAD KE- 21

Menjelang abad ke-21, Customs Administrations diseluruh dunia disamping harus berjuang dengan keras untuk meningkatkan kemudahan perdagangan melalui peningkatan kelancaran pergerakan arus barang, juga pada saat yang bersamaan harus berusaha untuk mengatasi peningkatan modus operandi yang digunakan untuk melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan.
Dalam rangka mengantisipasi lingkungan yang pcnuh tantangan tersebut, WCO akan terus melakukan harmonisasi dan standarisasi instrumen kepabeanan melalui penerapan konvensi – konvensi internasional yang telah dihasilkannya. Selain itu, WCO juga akan terus berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan jumlah anggotanya melalui peningkatan pertukaran informasi antar Customs Administration, penerapan teknologi yang memadai dalam sistem dan prosedur kepabeanan, kerjasama dengan masyarakat usaha, pelaksanaan pelatihan, pemberian bantuan, dan peningkatan fungsi WCO sebagai forum untuk tukar menukar pendapat mengenai berbagai hal kepabeanan.

Sejalan dengan usaha-usaha WCO tersebut, DJBC juga pada saat ini tengah berusaha untuk terus meningkatkan pelayanannya, baik melalui peningkatan profesionalisme aparatnya, maupun melalui peningkatan sistem dan prosedur kepabeanan serta penerapan teknologinya.
Dalam rangka meningkatkan kerjasama internasional, sampai saat ini DJBC telah mengaksesi perjanjian kepabeanan internasional mengenai pendirian CCC, harmonisasi dan klasifikasi barang, pencegahan penyelundupan, kontainer, dan pengangkutan barang dengan
menggunakan TIR Carnet. Saat ini penjajagan terhadap pengaksesan perjanjian kepabeanan intemasional mengenai pemasukan sementara (ATA Carnet) tengah dilakukan.

DJBC SEBAGAI TUAN RUMAH PENYELENGGARAAN PERTEMUAN POLICY COMMISSION YANG KE-34 DI BALI

Pada pertengahan tahun 1995 Indonesia telah ditunjuk oleh WCO sebagai tempat diselenggarakannya pertemuan Policy Comrnission yang ke-34. Penunjukkan tersebut merupakan kehormatan bagi lndonesia yang dinilai telah menunjukkan partisipasi aktifnya atas program-program WCO. Pertemuan akan berlangsung dari tanggal 11 Desember sampai dengan tanggal 14 Desember 1995 di Bali dan akan dihadiri oleh 27 negara anggota WCO yang mewakili 6 wilayah perwakilan regional WCO, y aitu: Afrika utara, timur dekat dan tengah; Afrika barat dan tengah, Afrika timur dan tenggara; Asia timur jauh, selatan dan tenggara, Australasia dan Kepulauan Pasifik; Amerika selatan, utara, tengah dan Karibia, serta Eropa.

Dalam pertemuannya yang ke-34 ini, antara lain akan dibahas laporan Sekretaris Jenderal WCO mengenai aktifitas WCO yang berkaitan dengan masalah sistem penetapan harga barang untuk keperluan pabean, ketentuan asal barang, penyeragaman pelaksanaan sistem harmonisasi dan klasifikasi barang, penyederhanaan dan harmonisasi prosedur kepabeanan, masalah pelanggaran perniagaan, pelatihan dan lain- lain. Disamping itu pula akan dibahas mengenai restrukturisasi organisasi WCO dan pertanyaan-pertanyaan mengenai klasifikasi barang yang diajukan oleh masyarakat usaha.

Sampai saat ini Indonesia belum menjadi anggota Policy Commission. Meskipun sebenarnya untuk wilayah perwakilan regional WCO, dimana Indonesia berada, Indonesia telah beberapa kali dicalonkan sebagai anggota. Walaupun demikian Indonesi a telah dipercayai dan mampu menyelenggarakan program-program WCO, antara lain dalam bentuk penyelenggaraan sidang, kursus, Seminar, dan pelatihan yang diikuti oleh negara anggota WCO. Pada pertemuan kali ini, Indonesia hanya ditunjuk sebagai tuan rumah dan sebagai observer

Penyelenggaraan pertemuan Policy Commission di Indonesia pada dasarnya merupakan perwujudan pengakuan WCO dan negara-negara anggotanya mengenai pentingnya peran Indonesia pada organisasi ini. Dengan dilaksanakannya pertemuan ini di Indon esia, maka diharapkan dimasa mendatang kepentingan Indonesia dalam organisasi ini akan lebih mudah diperjuangkan.

Sumber : http://pmmc.or.id