Target Ekspor 300%

Sumber: Berita Satu

Sebuah target ekspor ambisius ditorehkan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Dalam lima tahun ke depan, ekspor Indonesia harus naik 300 persen atau empat kali lipat. Banyak yang mengacungkan jempol, banyak pula yang mencibir. Target anggota Kabinet Kerja itu dinilai terlalu ambisius dan tak realistis. Di media sosial, target ekspor ini menjadi bahan perbincangan, bahkan ada pihak yang menjadikan target ini sebagai olok-olok.

Jika kita ingin keluar dari masalah besar yang terus-menerus melilit perekonomian negeri ini, target ekspor yang ambisius harus kita dukung. Tidak perlu didebatkan lagi bahwa target ekspor 300 persen adalah sebuah target ambisius karena memang faktanya ambisius. Namun, sesuatu yang ambisius tidak mesti mustahil. Kenaikan ekspor hingga empat kali lipat dalam lima tahun ke depan merupakan sebuah target yang realistis.

Sudah lama negeri ini terlena oleh oil boom dan ekspor komoditas primer. Sudah lama kita sebagai bangsa hidup dengan mengandalkan kekayaan sumber daya alam. Kita lupa bahwa nilai tambah tinggi dari ekpor adalah barang yang sudah diolah. Selain melonjakkan ekspor, ekspor bahan olahan membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri. Kealpaan dalam mengembangkan industri pengolahan menyebabkan nilai ekspor Indonesia tak sebanding dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia negeri ini.

Singapura, negara pulau, yang luasnya hanya separuh Pulau Batam dan jumlah penduduk hanya 5,5 juta, mampu meraih ekspor US$ 410 miliar tahun 2013. Indonesia pada tahun yang sama hanya bisa mengekspor US$ 183 miliar. Ekspor Malaysia dan Thailand juga di atas Indonesia, yakni masing-masing US$ 228 miliar dan US$ 229 miliar. Ketiga negara tersebut juga mencatat surplus neraca perdagangan yang signifikan.

Tertinggi di dunia, ekspor RRT tahun 2013 mencapai US$ 1.904 miliar dengan surplus perdagangan US$ 260 miliar. Tiongkok mengekspor jauh lebih banyak dibanding mengimpor. Itu sebabnya, RRT memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, yakni mencapai US$ 3,8 triliun. Cadangan devisa Indonesia hanya sekitar US$ 110 miliar. Produk RRT membanjiri berbagai negara di seluruh penjuru bumi. Indonesia sudah kewalahan menghadapi produk RRT.

Dengan menargetkan kenaikan empat kali lipat dalam lima tahun ke depan, ekspor Indonesia tahun 2019 akan mencapai US$ 460 miliar. Untuk mencapai target itu, kenaikan ekspor harus gradual, dimulai tahun ini. Tahun ini, kenaikan ekspor ditargetkan US$ 193 miliar dan tahun 2016 dinaikkan lagi ke US$ 256 miliar. Setiap tahun, ekspor harus bisa dinaikkan rata-rata 60 persen. Selama ini, kenaikan ekspor tak pernah lebih dari 20 persen setahun.

Rentannya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak lepas dari minimnya ekspor dan besarnya impor. Sejak 2013, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan. Kondisi ini hanya bisa diatasi dengan mendongkrak ekspor dan menekan impor. Kita mengapresiasi tekad pemerintah untuk memangkas impor dengan menggulirkan gerakan “mengutamakan produk dalam negeri” dan program industralisasi untuk menaikkan ekspor.

Untuk menekan impor, semua belanja pemerintah diwajibkan mengutamakan produksi dalam negeri. Untuk pembangunan pembangkit listrik, misalnya, pemerintah mewajibkan local content minimal 50 persen. Masyarakat diimbau mulai mengalihkan konsumsi pangan asing ke lokal. Bangsa Indonesia harus dibiasakan untuk mengonsumsi produk pangan dari daerah tropis dan perlahan menghentikan ketergantungan pada produk pangan impor dari daerah subtropis.

Gerakan cinta produksi dalam negeri akan mampu memangkas impor hingga 30-40 persen mengingat besarnya kapasitas produksi di dalam negeri. Makanan dan minuman menyumbang impor cukup besar. Demikian pula dengan produk tekstil dan elektronik, yang 80 persen bisa diproduksi di dalam negeri. Mesin dan berbagai komponen barang modal bisa diproduksi di dalam negeri.

Nilai ekspor akan terdongkrak jika hilirisasi dilaksanakan dengan konsisten dan terkoordinasi. Pertama, ekspor bahan mentah harus benar-benar selektif. Semua bahan mentah yang bisa diolah di dalam negeri wajib diolah di dalam negeri. Ikan segar yang harganya mahal, milsanya, boleh saja langsung diekspor. Begitu juga buah-buahan dan sayuran. Tapi, produk pertanian dan perkebunan lainnya harus diolah di dalam negeri. Demikian pula dengan produk kehutanan, migas, dan pertambangan.

Kedua, membangun industri manufaktur dan industri barang modal di dalam negeri dengan serius. Indonesia harus bisa menjadi pusat produksi tekstil dan garmen, sepatu, berbagai jenis elektronik, dan barang modal. Secara perlahan, Indonesia harus mengembangkan industri otomotif untuk pembuatan sepeda motor, mobil, kapal laut, dan pesawat udara. Produk industri akan mendongkrak nilai ekspor secara signifikan.

Ketiga, kinerja ekspor bukan hanya tanggung jawab Kementerian Perdagangan, melainkan semua kementerian, terutama Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Keuangan. Masing-masing kementerian memiliki kontribusi besar dalam mendorong industri di dalam negeri, mengerem dan menghentikan ekspor bahan mentah serta mendorong ekspor produk jadi.

Polri dan TNI juga punya tanggung jawab untuk mencegah illegal logging, illegal fishing, berbagai ekspor ilegal, dan penyelundupan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia rawan penyelundupan barang, baik ke dalam maupun ke luar negeri. Kontribusi Polri dan TNI dalam mendongkrak ekspor sangat besar.

Keempat, industri dalam negeri tak bisa tumbuh kalau kebijakan fiskal tidak mendukung. Misalnya, ekspor produk olahan dikenakan bea keluar, sedang ekspor produk olahan justru dikenakan bea keluar. Bahan mentah yang dibutuhkan industri dalam negeri perlu diberikan keringanan pajak penjualan, bahkan kalau perlu dihapus sama sekali. Industri pengolahan di dalam negeri mengeluhkan mahalnya PPN bahan mentah yang dibeli dari dalam negeri.

Target ekspor 300 persen untuk lima tahun ke depan bukan sesuatu yang mustahil. Jika semua pihak berkontribusi, berperan, berpartisipasi aktif, dan menunjukkan tanggung jawab, target sebesar ini bisa diraih. Kapasitas ekonomi bangsa ini sangat besar untuk menunjang target ambisius ini. Semua pihak, termasuk pelaku usaha, harus menyadari pentingnya ekspor untuk menghasilkan devisa dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Tanpa kenaikan ekspor yang signifikan, ekonomi Indonesia akan terus didera masalah. Nilai tukar rupiah akan selalu menjadi bulan-bulanan para pelaku pasar uang.

Leave a reply

Your email address will not be published.

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

CAPTCHA *