Tarif Dolar Pelabuhan Hanya untuk Ekspor-Impor “Shipping Line”
Sumber: Berita Satu
Jakarta – BUMN pengelola pelabuhan Pelindo II menegaskan bahwa tarif dalam dolar AS hanya diterapkan untuk kegiatan ekspor-impor oleh perusahaan perkapalan atau shipping line, sedangkan tarif bongkar muat pelabuhan oleh pemilik barang dibayarkan dalam rupiah.
“Semua tarif pelabuhan yang dibayar oleh pemilik barang — baik untuk ekspor-impor dan dalam negeri — semuanya di kenakan dalam besaran rupiah dan dibayar dalam rupiah ke pelabuhan. Jadi saya ingin ulangi bahwa tidak ada satupun pembayaran dari pemilik barang entah ekportir maupun importir kepada pelabuhan yang dikenakan dalam dolar AS,” kata Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino dalam pesan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (13/3) malam.
Tarif bongkar muat dari kapal ke container yard atau sebaliknya dikenal dengan istilah Container Handling Charge (CHC).
Sedangkan semua tarif yang dibayar oleh shipping line kepada pelabuhan untuk kegiatan ekspor-impor, dikenakan dalam dolar AS dan dibayar oleh shipping line melalui transfer elektronik ke pelabuhan, kata Lino.
Dia mencontohkan CHC yang dibayar shipping line kepada pelabuhan di Tanjung Priok sebesar US$ 83 per TEU (Tweenty-foot Equivalent Units: setara kontainer 20 feet).
“Kalau dibandingkan dengan freight (ongkoks pengapalan) yang dibayar pemilik barang misalnya untuk ke Eropa atau USA yang sekitar US$ 1.500 per TEU, atau hanya 5,5 % nya, angka ini sangat kecil,” ujar Lino.
“Apalagi kalau dibandingkan dengan nilai impor kontainer misalnya per TEU sebesar US$ 30.000, maka CHC hanya sebesar 0,27% dibanding dengan value impor kontainer, sama sekali tidak berarti,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa tarif yang dibayar shipping line kepada pelabuhan untuk kegiatan dalam negeri semuanya dikenakan dalam rupiah dan dibayarkan juga dalam rupiah.
Pengenaan tarif CHC dalam dolar AS dibolehkan sesuai dengan UU. Seandainya CHC dikenakan dalam rupiah, hal ini akan mempengaruhi minat investor asing utk ikut investasi di pelabuhan di Indonesia, papar Lino.
Kalau pun bersedia, investor asing akan menetapkan Internal Rate of Return (IRR) yang tinggi, yaitu di atas 16 %. Pada akhirnya, biaya investasi menjadi mahal dan yang harus membayar justru exportir atau importir dalam bentuk tarif CHC yang lebih tinggi, jelas Lino.