Author

48 posts

Kawasan Berikat

Usaha pemerintah untuk menselarasikan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya tarik penanaman modal asing dan modal dalam negeri adalaha melalui pemberian fasilitas berupa Kawasan Berikat. Dasar hukum untuk Kawasan Berikat adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan yang sekarang dirubah menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Keputusan Menteri Keuangan nomor 291/KMK.05/1997 j.o. Nomor 37/KMK.04/2002 tanggal 12 Februari 2002 tentang Kawasan Berikat.

Pengertian Kawasan Berikat adalah bangunan, tempat atau sebuah kawasan dengan batas-batas tertentu, di dalamnya dilakukan kegiatan industri pengolahan, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir dan pengepakan atas barang atau bahan asal impor atau dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Read More →

Beberapa pengertian didalam UU No. 17 Tahun 2006

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995. Berikut ini adalah beberapa pengertian yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, pemahaman terhadap pengertian-pengertian tersebut yang dirumusannya ditetapkan dalam undang-undang dapat mencegah timbulnya salah pengertian dan penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal peraturan yang terkait.

  1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
  2. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang ini.
  3. Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Read More →

Kronologi GATT – WTO

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam kegiatan perdagangan. Berikut ini adalah kronologi terbentuknya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) :

  1. 30 OKTOBER 1947, sebanyak 23 negara anggota delegasi komite persiapan pada dewan ekonomi dan sosial PBB yang menyiapkan bahan tentang piagam organisasi perdagangan internasional (ITO) menandatangani perjanjian umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) di genewa. 1 januari 1948 GATT mulai berjalan dengan 23 negara pencetus termasuk cina, Inggris dan AS.
  2. 24 MARET 1948, konferensi internasional di bidang upah dan perdagangan di Havana, Kuba, berakhir dengan ditandatanganinya Piagam Havana yang berkaitan pula dengan pendirian ITO.
  3. AGUSTUS 1949, putaran kedua dari negosiasi perdagangan multilateral (MTN) berakhir di Annecy, Perancis, dengan di sepakatinya konsesi terhadap 5.000 jenis tarif.
  4. DESEMBER 1950, Pemerintah AS mengisyaratkan tidak akan mematuhi pakta ITO, yang menyebabkan ITO tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
  5. APRIL 1951, Perundingan putaran ketiga dari MTN di Torquay, Inggris, berakhir dengan disepakatinya pengurangan terhadap 8.700 jenis tarif.
  6. MEI 1956, Putaran keempat di genewa, menyetujui pengurangan tarif lebih lanjut.
  7. 1958, Laporan Haberler (The Habeler Report) di jadikan petunjuk umum bagi operasionalisasi GATT. Read More →

Pungutan Ekspor = Bea Keluar

Latar Belakang

Pengenaan Pungutan Ekspor (PE) untuk barang-barang tertentu adalah dalam rangka :

  1. Menjaga kesinambungan persediaan bahan baku sehingga terjaminnya pemenuhan kebutuhan dalam negeri;
  2. Terlindunginya kelestarian sumber daya alam;
  3. Terjaminnya stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri; dan
  4. Meningkatkan daya saing ekspor tertentu.

Dasar Hukum

  1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 2005 tanggal 10 September 2005 tentang Pungutan Ekspor Atas Barang Ekspor Tertentu;
  2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 92/PMK.02/2005 tanggal 10 Oktober 2005 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor ;
  3. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 95/PMK.02/2005 tanggal 11 Oktober 2005 tentang Penetapan Tarif Pungutan Ekspor Batu Bara;
  4. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 24/M-DAG/PER/11/2005 tanggal 25 Nopember 2005 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) Atas Barang Ekspor Tertentu;
  5. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 25/M-DAG/PER/12/2005 tanggal 2 Desember 2005 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Barang Ekspor Tertentu. Read More →

Convertion on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flaura (CITES)

Pengertian dan Ruang Lingkup CITES

CITES (Convertion On International Trade In Endangered Spesies Of Wild Fauna and Flora) adalah suatu perjanjian internasional mengenai perdagangan jenis – jenis hewan dan tumbuhan yang terancam punah. CITES merupakan kesepakatan yang di susun pada suatu konferensi diplomatic di Washington DC pada tanggal 3 Maret 1973 yang di hadiri oleh 88 negara. Konverensi tersebut merupakan tanggapan terhadap rekomendasi nomor 99.3 yang di keluarkan oleh Konfeensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm. Hal tersebut merupakan konsultasi IUCN (International Union For Conservation Of Nature And Natural Recource) dengan beberapa Negara dan organisasi internasional yang di lakukan selama bertahun – tahun. Pada saat itu 21 negara menandatangani CITES dan secara legal konvensi tersebut mulai di terapkan pada 1 juli 1975.

Tujuan CITES

Tujuan convensi CITES adalah untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis – jenis flora dan fauna di muka bumi ini yang dapat atau mungkin dapat di sebabkan oleh adanya kegiatan perdagangan internasional. Kecuali itu konversi ini di bentuk untuk membangun system pengendalian perdagangan jenis – jenis satwa dan flora serta produk – produknya secara internasional. Pengendalian tersebut di dasarkan pada kenyataan bahwa eksploitasi komersial secara tak terbatas terhadap sumber daya satwa dan tumbuhan liar merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup suatu jenis. Negara produsen dan konsumen saling membagi tanggung jawab dan menciptakan sistem atau perangkat yang di perlukan dalam rangka pengendalian jenis – jenis flora dan fauna langka. Read More →